LAINNYA

Hustle Culture: Budaya Gila Kerja, Kenali Ciri-Cirinya!

Fenomena hustle culture memiliki dampak negatif bagi kehiudpan sehari-hari seseorang, lalu apa yang dimaksud dengan hustle culture dan apa ciri-cirinya? Simak selengkapnya.

Apa itu Hustle Culture?

Singkatnya adalah hustle culture adalah “gaya hidup gila kerja”. Fenomena ini membuat seseorang mendedikasikan kehidupannya untuk bekerja dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat atau menjalani kehidupan pribadinya.

 

Menurut sebagian orang yang menganut gaya hidup ini menyatakan jika memiliki pekerjaan dan berdedikasi adalah sebuah standar kesuksesan serta kemakmuran.

 

Fenomena hustle culture ini bertolak belakang dengan quiet quitting, yang dimana quiet quitting bekerja sesuai dengan atau tanggung jawab dari setiap posisi masing-masing pekerja, sederhananya adalah bekerja dengan seadanya.

 

Orang dengan memiliki budaya ini bisa disebut juga sebagai workaholic atau gila kerja. Budaya ini sebenarnya ada sejak tahun 1970an, yang di mana pada saat itu perkembangan industri semakin maju dan karyawan dituntut untuk bekerja dengan tempo cepat mengikuti perkembangan zaman.

 

Penyebab Hustle Culture

Budaya hustle culture muncul bukan tidak ada sebab, ada beberapa penyebab terjadinya budaya ini. Berikut penyebabnya di bawah ini. 

 

1. Tidak Mengenal Diri Sendiri

Hal yang pertama adalah tidak mengenal diri sendiri dengan baik. Sebenarnya, kamu dapat terhindar dari budaya hustle culture jika kamu mengenal diri kamu sendiri. Kamu bisa memulai dengan memikirkan serta menjalankan tujuan hidup kamu.

 

Contohnya kamu harus memikirkan career goal yang ingin dicapai di masa depan. Dengan begitu, kamu tidak akan mengikuti standar kesuksesan seseorang. 

 

2. Toxic Positivity

Terdengarnya baik, bukan? Tetapi, sebenarnya pehaman ini membuat seseorang selalu menahan energi negatif mereka.

 

Jadi, toxic positivity adalah paham yang tidak peduli dengan keadaan kamu. Sesulit apa pun kamu, selalu bersikap positif harus kamu lakukan.

 

3. Standar Sosial Masyarakat

Sebagian orang memikirkan jika semakin sibuk bekerja, artinya mereka akan sukses. Banyak juga yang masih mengaitkan kesuksesan dengan jabatan, banyaknya uang, atau harta lainnya.

 

Biasanya mereka yang memiliki paham ini memiliki target-target yang belum tentu orang itu dapat mencapainya. Target tersebut seperti sudah punya mobil di umur 25 tahun, punya rumah di umur 25 tahun, sudah memiliki tabungan ratusan juta di umur 25 tahun, dan lain sebagainya yang mungkin tidak realistis.

 

Kondisi ini membuat mereka terpaksa mengikuti standar sosial tersebut, karena jika tidak tercapai mereka akan dipandang belum sukses.

 

Ciri-Ciri Hustle Culture

Selanjutnya, hustle culture dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

  • Mengorbankan banyak waktu, seperti waktu tidur untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan.
  • Memikirkan pekerjaan setiap waktu di mana pun dan kapan pun.
  • Mengabaikan saran orang lain untuk istirahat dan mengurangi pekerjaan.
  • Merasa terobsesi dengan kesuksesan soal pekerjaan yang dilakukan.
  • Memiliki ketakutan yang kuat akan kegagalan di tempat kerja.
  • Memiliki work-life balance yang buruk.
  • Merasa tidak percaya diri dan selalu merasa dirinya kurang mampu.
  • Tidak memiliki waktu untuk memikirkan kebahagiaan diri sendiri.
  • Mengabaikan kesehatan diri hingga sering lupa makan, tidur larut malam, dan lelah secara mental akibat bekerja secara berlebihan.
  • Menggunakan alasan pekerjaan sebagai cara untuk menghindari hubungan dengan orang lain.

 

Dengan kamu menganut budaya hustle culture ini, fisik kamu akan terganggu, seperti tidak enak badan, pusing, sakit perut, dan lainnya.

 

Dampak Buruk dari Hustle Culture

Tidak semua kerja keras yang dilakukan menhasilkan sesuatu yang positif, ada yang harus dikorbankan bahkan bisa menjadi dampak buruk bagi seseorang. Obsesi yang berlebihan dengan mengorbankan waktu istirahat bisa menyebabkan masalah fisik.

 

Berbagai penelitian menjelaskan, jam kerja yang panjang berkaitan dengan stres dan depresi. Penelitian lain mengatakan jika menemukan bahwa bekerja 55 jam atau lebih per minggu bisa mengakibatkan risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

 

Solusi Menghindari Hustle Culture

Untuk menghindarinnya bagaimana? Bagaimana jika atasan menerapkan budaya ini? Harus mulai dari mana? Tenang aja Teman MinKi, setiap masalah pasti ada solusinya. Berikut cara untuk menhindar atau mengurangi budaya hustle culture:

 

1. Mengatur Prioritas

Hal yang utama adalah mengatur semua hal yang ingin kamu kerjakan. Pilihlah pekerjaan yang kamu harus prioritaskan terlebih dahulu. Bisa dimulai dari pekerjaan yang besar kemudian turun ke pekerjaan kecil.

 

Gunakan teknik manajemen waktu seperti Eisenhower Matrix untuk memprioritaskan tugas-tugas penting dan mendesak.

 

2. Tetapkan Tujuan yang Realistis

Tentukan tujuan harian, mingguan, bahkan hbulanan yang jelas dan realistis. Hal ini supaya kamu dapat mencapainya sebelum ke tahap tujuan yang lebih besar.

 

3. Manfaatkan Waktu Istirahat

Hal yang terpenting dari cara menghindari hustle culture adalah dengan mengatur waktu beristirahat. Ini penting karena dengan beristirahat kamu bisa melakukan banyak aktivitas selain pekerjaan.

 

Ambilah waktu beberapa saat pada jam kerja. Banyak cara yang dapat kamu lakukan ketika beristirahat, seperti bermain game, berkomunikasi dengan rekan kerja, mendengarkan lagu, membaca buku, dan masih banyak lagi.

 

4. Melakukan Hobi

Melakukan kegiatan yang kita sukai memang sangat menyenangkan. Hal ini salah satu cara untuk menghindari hustle culture. Kamu dapat melakukan kegiatan hobi di luar jam pekerjaan. Dengan melakukan hobi, kamu akan merasa lebih baik dan tidak terus menerus memikirkan pekerjaan.

 

5. Komunikasi Terbuka dengan Atasan

Hal yang terakhir adalah dengan cara berkomunikasi secara baik-baik dengan atasan.

 

Diskusikan beban kerja kamu dengan atasan dan sampaikan masalah yang dihadapi saat menjalankan pekerjaan tersebut. Ajukan permintaan untuk penyesuaian beban kerja atau bantuan tambahan rekan kerja jika diperlukan. Hal ini memiliki risiko jika kamu tidak komunikasikan dengan baik-baik.

 

Jika kamu tidak bisa berhenti dari budaya hustle culture ini, kamu dapat meminta bantuan kepada ahlinya atau ke psikolog untuk mendapatkan saran yang lebih tepat. 

Suka dengan Artikel ini? Jangan Lupa beri likes dan share ke temanmu

169
0
Simpan
Share

Komentar

Belum ada komentar

(*) Berkomentarlah secara bijaksana
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.